Apa itu Sifon atau Hainikin ?
Go Reinnamah- Sifon atau hainikin adalah mendinginkan, tradisi ini biasa dilakukan suku Atoin Meto (suku Timor) pada saat seseorang memiliki sebuah benda yang baru. Misalnya; motor baru, baju baru, hanpone baru, dll. Pada saat itulah mereka akan melakukan tradisi sifon atau hainikin.
Sifon atau hainikin pada sebuah benda, tidak hanya dilakukan oleh suku Atoin Meto yang berada di kuan (kampung atau pedalaman). Akan tetapi tradisi ini juga dilakukan oleh masyarakat Atoin Meto yang berada di perkotaan, bahkan dilakukan juga oleh orang yang bukan berasal dari suku Atoin Meto. Namun bagi suku Atoin Meto, sifon atau hainikin tidak hanya berlaku untuk sebuah benda. Akan tetapi sifon atau hainikin, juga berlaku bagi penis seorang pria dewasa. Dikarenakan seorang pria dewasa (17 tahun ke atas) yang telah melakukan sunat secara tradisional akan dikatakan telah memiliki penis yang baru. Sehingga pria tersebut diwajibkan oleh ahelet (dukun sunat) untuk melakukan sifon atau hainikin.
Bagaimana Proses Sifon atau Hainikin ?
Sifon atau hainikin (mendinginkan) yang dilakukan oleh suku Atoin Meto memilik tahap yang berbeda-beda, tergantung dari benda baru yang dimiliki. Misalnya; seorang pria yang memiliki motor baru akan melakukan sifon atau hainikin dengan cara menyiram sopi (arak) pada motor tersebut. Ada juga orang yang memiliki baju baru akan melakukan sifon atau hainikin dengan cara mencuci baju tersebut sebelum digunakan. Dan ada juga orang yang memiliki handpone baru akan melakukan sifon atau hainikin dengan cara mengecas handpone tersebut sebelum digunakan. Masyarakat Atoin Meto meyakini, bahwa dengan melakukan sifon atau hainikin pada sebuah benda, maka benda baru yang mereka miliki akan menjadi awet. Sehingga pemakaiannya melebihi batas waktu yang telah ditentukan oleh pabrik pembuat barang atau benda tersebut.
Sifon atau hainikin pada penis seorang pria dewasa, memiliki tahap yang berbeda dan lebih mengerikan dengan sifon atau hainikin pada sebuah benda. Dimana seorang pria setelah melakukan sunat secara tradisional, diwajibkan untuk melakukan hubungan seksual dalam keadaan luka sunat belum sembuh, bersama wanita yang tidak diperbolehkan dengan istrinya sendiri. Namun dilakukan bersama istri orang lain, janda, dan Pekerja Seks Komersial. Adapun pria yang telah melakukan sifon atau hainikin pada seorang wanita, tidak diperbolehkan untuk melakukan hubungan seks yang kedua kalinya dengan wanita yang sama sampai akhir hidup pria tersebut.
Tujuan Sifon atau Hainikin untuk apa sih ?
Bagi sebagian masyarakat suku Atoin Meto (suku Timor) yang melakukan sifon atau hainikin pada penis setelah sunat secara tradisional, mempercayai bahwa dengan melakukan sifon atau hainikin, maka penis pria tersebut terhindar dari kesialan berupa; tidak mudah ejakulasi saat melakukan hubungan seksual, mempercepat proses penyembuhan luka sunat, dan pria tersebut terhindar dari kuasa setan.
Apakah nilai-nilai dalam Sifon atau Hainikin adalah Mitos ?
Berdasarkan testimoni “RS” yang pernah melakukan sunat secara tradisional di Desa Batakte Kabupaten Kupang pada tahun 2011, mengatakan bahwa sampai saat ini dirinya tidak pernah melakukan sifon. Namun dirinya tidak mengalami seperti apa yang dikatakan oleh ahelet (dukun sunat), bahkan “RS” merasa bahwa hubungan seksnya lebih baik dibandingkan dengan sebelum melakukan sunat. “RS” juga mengatakan bahwa pada dasarnya manusia sering digoda setan, jadi dirinya melakukan sunat atau tidak dan dirinya sifon atau tidak, tetap saja setan memiliki sifat penggoda.
Testimoni tersebut menyatakan bahwa “RS” tidak mengalami maputu (panas) seperti yang telah di doktrin oleh ahelet (dukun sunat) pada sebagian masyarakat Atoin Meto. Menurut penulis, jika mereka ingin agar setan berhenti menggoda, maka satu-satunya jalan adalah mereka berhenti mempercayai adanya Tuhan, disaat itulah setan akan berhenti menggoda mereka, karena telah menjadi anggota setan. Seseorang yang melakukan sifon atau hainikin setelah sunat, tidak menjauhkan diri dari kuasa setan, justru dirinya sedang di rasuki setan. Sehingga mau melakukan hubungan seks dengan wanita yang bukan pasangannya. Dengan demikian, apa yang harus anda katakan? Penulis berharap anda mengatakan bahwa nilai-nilai dalam sifon atau hainikin setelah sunat adalah mitos.
Siapa saja yang menentang Sifon atau Hainikin ?
Dengan tegas penulis menyatakan bahwa sifon atau hainikin pada penis pria dewasa setelah sunat secara tradisional adalah budaya yang salah. Bahkan penulis menginginkan agar budaya tersebut dihilangkan. Bukan penulis saja yang menentang, namun dari sisi agama dan kesehatan juga menentang adanya sifon atau hainikin pada pria setelah sunat tradisional.
Sudut Pandang Agama Kristen :
Umumnya suku Atoin Meto menganut agama Kristen. Jika dilihat dari sudut pandang agama Kristen, sifon atau hainikin masuk dalam kategori dosa berzinah. Banyak ayat-ayat Alkitab di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang melarang manusia agar tidak melakukan perzinahan. Salah satunya dalam Injil Matius pasal 5 Ayat 27–29, Yesus Kristus dengan tegas mengatakan “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya, Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.” Bisakah anda bayangkan? bahwa seseorang yang hanya memandang dan mengingini saja sudah berzinah didalam hatinya, dan dipastikan akan dicampakkan ke dalam api neraka. Apa lagi yang melakukannya saat menjalani sifon atau hainikin.
Sudut Pandang Kesehatan :
Jika dilihat dari sudut pandang Kesehatan, budaya sifon atau hainikin pada penis pria dewasa merupakan penyebab terjadinya Infeksi Menular Seksual (IMS). Bahkan dapat menyebab terjadinya HIV/AIDS, karena salah satu penularan HIV/AIDS adalah melalui hubungan seksual. Ahelet (dukun sunat) tidak memperbolehkan pasiennya menggunakan kondom saat melalukan hubungan seks. Sedangkan Chlamydia merupakan penyakit kelamin yang ditularkan melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom. Dalam dunia kesehatan, jika seorang perawat melakukan Asuhan Keperawatan Wound Care (perawatan luka), maka perawat tersebut diharuskan untuk menjaga luka pasien agar tetap bersih dan steril dari berbagai bakteri. Bertolak belakang dengan sunat tradisional suku Atoin Meto, ahelet (dukun sunat) malah mewajibkan pasiennya untuk melakukan hubungan seks dalam keadaan penis masih terdapat luka akibat sunat. Menurut penulis, mereka yang melakukan sifon atau hainikin tidak menjauhkan dirinya dari penyakit atau polen maputu (buang panas). Akan tetapi justru mereka mendatangkan maputu (panas) tersebut ke dalam diri mereka berupa penyakit, misalnya; Genore, Sifilis, dan penyakit Infeksi Menular Seksual lainnya.
Faktor apa sih? yang mempengaruhi Sifon atau Hainikin
Berdasarkan penelitian yang sudah penulis lakukan pada tanggal 28 Februari sampai 07 Maret 2018 dengan judul “Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Budaya Sifon di Kelurahan Naikolan Kecamatan Maulafa Kota Kupang”. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan faktor yang berpengaruh terhadap budaya sifon yaitu: pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, pengetahuan, dan sikap. Sedangkan dari hasil seleksi, didapatkan sikap merupakan faktor yang konsisten dan paling berpengaruh terhadap budaya sifon.
Menurut penulis, sikap menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap sifon atau hainikin, disebabkan karena seseorang yang memiliki sikap rendah tidak akan mampu mengambil keputusan yang baik, karena orang tersebut takut mengalami kesialan, misalnya; takut mudah ejakulasi jika tidak melakukan sifon atau hainikin, takut jika penyembuhan luka akan menjadi lambat, dan takut jika maputu (panas) akan tertahan di dalam dirinya. Sehingga orang tersebut tidak dapat mengambil sikap yang baik dalam berperilaku untuk menghindari sifon atau hainikin.
Sarannya apa? agar tidak melakukan Sifon atau Hainikin
Penulis mengharapkan agar masyarakat khususnya suku Atoin Meto, lebih aktif bertanya kepada Rohaniawan dan Petugas Kesehatan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sifon atau hainikin. Sehingga masyarakat suku Atoin Meto lebih bijak dalam bersikap agar tidak salah mengambil keputusan seperti melakukan sifon atau hainikin setelah sunat secara tradisional.