Indonesia terkenal dengan budayanya yang beraneka ragam. Budaya tersebut merupakan pewarisan dari nenek moyang yang lahir jauh sebelum kita ada. Terkadang banyak budaya di Indonesia yang belum hilang dan tidak kita ketahui, khususnya budaya di Nusa Tenggara Timur. Salah satu suku yang paling banyak mendiami Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah suku Atoin Meto (Orang Timor). Kelompok suku ini merupakan mayoritas penduduk di Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, dan Kupang. Sebagai suku Atoin Meto yang masih berpegang teguh pada adat istiadat dan budaya, orang Timor hingga kini masih mempraktekkan secara luas budaya-budaya yang unik seperti bonet, oko’mama, natoin atau natoni, poe pah, naketi atau soi’sanat, ntaman, sifon, dan besaka.
Namun, kali ini saya akan membahas tentang salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh suku Atoin Meto, yaitu budaya besaka atau pengobatan patah tulang di Kebupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur.
FRAKTUR (PATAH TULANG)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan memutar mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim (sumber : Suratun & dkk, 2008).
PENATALAKSANAAN
Seperti yang kita tahu, pengobatan yang dilalui oleh seseorang yang mengalami patah tulang, yaitu secara tradisional dan secara medis sesuai keinginan pasien. Secara tradisional, pasien akan mendapatkan pengobatan dengan menggunakan ramuan-ramuan tradisional yang secara akal sehat tidak masuk akal. Sedangkan secara medis, pasien harus melewati suatu tindakan dengan cara mengamputasi sebagian tubuh yang rusak atau pembedahan yang dilakukan oleh dokter ahli. Untuk mengembalikan tulang ke posisi semula, maka biasanya tindakan yang dilakukan secara medis, yaitu Open Reduction Internal Fixation (ORIF) dan Open Reduction Eksternal Fixation (OREF).
BESAKA
Besaka merupakan pengobatan patah tulang yang dilakukan dengan cara tradisional. “Orang yang memiliki kemampuan tersebut diyakini bahwa hanya orang tertentu saja, sebab mereka mendapatkan kekuatan atau kemampuan secara turun-temurun dari leluhur” ujar Hildy Bria seorang pegawai Puskesmas di Desa Bakiruk Kabupaten Malaka, Sabtu (2/6/2017).
Menurut Mario Nahak, orang yang memiliki kemampuan untuk mengobati pasien patah tulang (besaka) disebut maktutur (kakaluk nain = pemilik jimat).
PROSES PELAKSANAAN TRADISI BESAKA
Berdasarkan wawancara dengan Calvin Liunome yang pernah menjadi pasien tradisi besaka di Desa We’oe Kabupaten Malaka, tradisi besaka harus melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap pelaksanaan (haloak)
Kegiatan besaka dilaksanakan di rumah adat (uma kakaluk) dengan membawa daun sirih (maktutur akan memilih 3 helai daun sirih yang dibawa oleh pasien), dan irisan pinang kering (diambil bagian tengah). Maktutur akan mengambil air yang berada didalam sebuah ember, kemudian air tersebut dibilas ke anggota tubuh pasien yang mengalami patah tulang. Daun sirih yang sudah terpilih akan dibentuk seperti seseorang sedang bermain kartu, kemudian daun sirih tersebut dicelupkan kedalam air yang sudah disediakan. Setelah daun sirih tersebut dicelupkan, maka maktutur akan mengibaskan daun sirih yang terdapat air tersebut ke tubuh pasien dengan kepercayaan menghilangkan atau menjauhkan kesialan yang ada di dalam diri pasien, kemudian maktutur akan keluar dari ruang rumah adat dan mengibaskan daun sirih tersebut di depan rumah adat. Akan tetapi, kibasan atau percikan air melalui daun sirih yang dilakukan di depan rumah adat berbeda dengan yang sudah dilakukan ke pasien, karena percikan didepan rumah adat tidak dilakukan ke pasien namun melalui bagian atas kepala maktutur ke arah belakang dimana maktutur berdiri. Setelah proses tersebut selesai, daun sirih yang sudah digunakan akan dibuang. Namun daun sirih yang sudah dibuang tidak boleh dilewati oleh siapapun, dengan kepercayaan jika seseorang yang melewati daun sirih tersebut, maka orang tersebut akan mendapatkan kecelakaan seperti yang sudah dialami oleh pasien. Kemudian maktutur akan mengambil ramuan berupa minyak yang diyakini sudah dibacakan do’a sesuai kepercayaan maktutur, dan minyak tersebut dioleskan serta dipijat dan ditarik anggota tubuh pasien yang mengalami patah tulang. Setelah hal tersebut selesai, maka maktutur akan membaluti anggota tubuh pasien yang mengalami patah tulang dengan menggunakan serpihan bambu yang dibaluti secara utuh dan diikat, dengan tujuan agar tulang tidak mengalami pergeseran. Kemudian maktutur akan memperbolehkan pasien untuk kembali ke rumah dan beristirahat dan keesokan hari pasien diwajibkan untuk kembali ke rumah adat untuk dilakukan pengontrolan dengan tahap mengolesi minyak ramuan seperti sebelumnya.
2. Tahap pantangan (haluli)
Sebelum maktutur memperbolehkan pasien untuk kembali ke rumah, maktutur akan memperingatkan kepada pasien untuk menjauh dari beberapa hal yang dianggap pantangan selama proses besaka, yaitu : Pasien tidak diperbolehkan untuk dijenguk atau didekati oleh seseorang yang berlawanan jenis, selain ibu kandung dan ayah kandung pasien. Pasien tidak diperbolehkan untuk memakan mie, makanan yang mengandung garam, makanan yang mengandung asam tinggi, buah papaya, dan daging ayam. Pasien tidak diperbolehkan menyebrangi jalan raya.
3. Tahap pendinginan (halirin)
Pada hari ke 7 (hari yang ditentukan oleh maktutur), pasien diwajibkan mendatangi rumah adat dengan membawa ayam jantan berwarnah merah yang sudah mampu berkokok, daun sirih, dan buah pinang. Maktutur akan mengambil sehelai buluh ayam pada punggung ayam yang dibawa oleh pasien, kemudian ayam tersebut dibunuh seperti pada umumnya dan darah ayam tersebut diteteskan beberapa tetes pada sebuah gelas yang terdapat air. Setelah itu, buluh ayam yang sudah dicabut akan dicelupkan ke dalam air yang sudah dicampuri darah ayam, kemudian maktutur akan mengibaskan buluh ayam yang terdapat air dan darah ayam tersebut ke tubuh pasien. Jika hal tersebut sudah selesai, maka maktutur akan mengambil daun sirih dan pinang yang sudah dibawa oleh pasien dan dibagikan ke semua orang yang hadir dalam kegiatan tersebut untuk dimakan daun sirih dan buah pinang yang diberikan (diwajibkan air pinang tersebut tidak boleh dibuang, namun diharuskan untuk menelan air pinang tersebut), dengan kepercayaan semua orang yang menyaksikan proses kegiatan tersebut tidak mengalami kesialan seperti yang sudah dialami oleh pasien.
4. Tahap kesembuh (diak)
Maktutur akan menuntun pasien pada tahap belajar menggerakkan anggota tubuh yang mengalami patah tulang secara perlahan hingga pasien mendapatkan kesembuhan. Jika pasien mengalami patah tulang pada kaki, maka biasanya pasien sudah bisa berjalan pada hari ke 11. Setelah pasien sembuh dari patah tulang, pasien diwajibkan mendatangi rumah adat dengan membawa sirih dan pinang. Kemudian pasien, maktutur serta orang yang ada di rumah adat memakan sirih dan pinang yang sudah dibawakan oleh pasien. Setelah itu pasien boleh kembali ke rumah, namun saat ingin pulang pasien beserta keluarga tidak diperbolehkan untuk pamitan ke maktutur, dengan kepercayaan tidak ada kesialan yang ditinggalkan pada maktutur.
Proses kegiatan besakadilakukan sesuai dengan lamanya seorang pasien mengalami patah tulang. “Jika pasien mengalami patah tulang dan cepat dibawah ke maktutur untuk ditangani, maka proses penyembuhannya tidak memerlukan waktu yang lama dan hanya menggunakan ramuan dengan cara dioles, dipijat, serta ditarik area tubuh yang mengalami patah tulang. Namun jika pasien sudah mengalami patah tulang dengan waktu yang lama kemudian dibawa ke maktutur untuk ditangani, maka proses penyembuhannya memerlukan waktu yang lama dan akan dilakukan peremukan kemudian disambung kembali menjadi tulang baru oleh maktutur” ujar Mario Nahak, Senin (5/6/2017).
PERBEDAAN DAN PERSAMAAN
Umumnya proses besaka berbeda-beda sesuai dengan masing-masing maktutur. Contoh : ada sebagian maktutur yang menggunakan daun sirih dan buluh ayam dicelupkan ke air bersih dan air yang bercampur darah ayam lalu di percikkan ke tubuh pasien, namun ada sebagian maktutur yang hanya mengunyah daun sirih dan buah pinang lalu disemburkan ke pasien. Ada sebagian maktutur yang meminta persyaratan dengan membawa seekor ayam, namun ada sebagian maktutur yang tidak meminta pasien untuk membawa seekor ayam. Ada sebagian maktutur yang memperingatkan pasien untuk tidak memakan daging sebagai pantang, namun ada sebagian maktutur yang memperbolehkan pasien untuk memakan daging. Kendati demikian, semua maktutur memiliki prinsip yang sama yaitu tidak diperbolehkan untuk meminta imbalan pada pasien. Namun jika pasien memberikan imbalan berupa benda, makanan, ataupun uang sebesar Rp 5000, maka maktutur akan menerima dengan mensyukurinya dan tidak menuntut.
PERCAYA ATAU TIDAK
Proses penyembuhan patah tulang dengan cara besaka yang dilakukan oleh suku Atoin Meto sebenarnya sangat diragukan karena kurang masuk akal dan tidak bisa diuji secara medis. Namun fakta berbicara bahwa dengan pengobatan besaka, banyak pasien yang mengalami patah tulang mendapatkan kesembuhan dan dapat beraktivitas kembali seperti biasanya. Jika ditanya apa saja resep ramuan yang diberikan pada pasien patah tulang, maka maktutur sebagai kakaluk nain / pemilik jimat tidak akan membuka rahasia resep ramuannya kepada siapapun.
Baca Juga : Sifon atau Hainikin Suku Atoin Meto
Baca Juga : Sifon atau Hainikin Suku Atoin Meto
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijak dan sesuai topik